Legenda serta Sejarah Asal-Usul Desa Alas Sumur Bondowoso, Sabut Aren serta Mayat Sumpah


Konon pada dahulu kala, Desa Alas Sumur satu rimba belantara sarat dengan rawa- rawa yang terkenal angker. Sampai pada sebuah waktu, hadirlah seorang kiyai muda dari pulau garam Madura, yang namanya Kyai. Abdurrohim. Waktu awal Kyai Abdurohim menapakkan kaki di rimba belantara itu, tiba – tiba ada satu semburan air yang cukup besar terpancar dari tanah diantaranya sudut rimba itu. Waktu itu Kyai muda Abdurrohim bermunajat pada tuhan, meminta tutorial mengatasi semburan air itu. Dari cerita masyarakat di tempat, dalam tafaqqurnya Abdurohim muda memperoleh satu firasat, " Jika sampai sumber itu tidak dapat disumbat , tentu semua dataran yang saat ini diketahui jadi Bondowoso, akan dipenuhi dengan genangan air, dan tidak dapat buat jadi pemukiman". Sampai dalam tafaqur itu Kyai muda, menangis tersimpuh pada tuhan semesta alam, minta tutorial.

Secara singkat setiap hari Abdurrohim mengumpulkan sabut pohon Aren, setelah sabut itu penuhi kendaraannya ( Jikar bahasa Madura red-), Abdurrohim mengikat gumpalan sabut Aren itu dan menyumbatkannya pada semburan air yang besar itu. Demikian ia lakukan setiap hari, sampai semburan air besar itu dapat ditutupnya. Sebab semburan besar itu tertutup, ahirnya nampaklah satu sumber air kecil yang agak banyak di sekitar rimba itu. Legenda ini sempat ditunjukkan oleh kepala desa Alas Sumur Totok Haryanto SH, Waktu si dia akan menggebuk Rawa itu menjadi satu objek wisata. Kades Totok coba menenggelamkan sebatang bambu yang ujungnya dikasih besi pengait, dengan ukuran panjang bambu kurang lebih 30 mtr.. Setelah semua batang bambu itu ditelan habis oleh permukaan rawa, lalu ia angkat kembali lagi, pada akhirnya diujung pengait itu ada serabut Aren yang terjebak. Sampai saat ini Sumber air penting itu diberi nama sumber Patemon oleh masyarakat di tempat. Dimana sampai saat ini sumber penting itu dilarang untuk dinaikkan dan didiamkan sesuai dengan situasi aslinya.

Walau begitu Rimba belamtara itu belum memiliki nama, sampai pada tengah tahun 1800san grilya belanda menjamah pertiwi, konon rimba itu buat jadi tempat pembuangan mayat. Sampai nampaklah satu doktrin untuk masyarakat pemula yang tinggal di rimba berrawa itu, " Jika menemui mayat di rimba itu, dilarang untuk mendekati, ditambah sampai menguburkannya, jika tidak memperoleh musibah 7 turunan". Dari doktrin yang berkembang itu rimba itu sering nampak mayat yang sampai membusuk dan didiamkan demikian saja. Sampai pada sekitar tahun 1902 hadirlah pemuda dari Desa tetangga Poncogati, saat ini masyarakat Alas Sumur banyak mengenalinya jadi Buju' Karu. Dimana awalannya Buju' karu adalah seorang penganut muslim yang semakin memberi rasa kemanusiaan pada saling. Melihat banyak mayat yang terkapar tidak teratasi, si dia tergerak untuk mengendalikan dan memakamkannya dengan lumrah.

Melihat yang ditangani buju' Karu, masyarakat jadi ramai menggembar – gemborkan buju' Karu jadi orang Sakti yang bisa menghilangkan Sumpah yang sebenarnya hanya doktrin sesat hanya. Sampai pada ahirnya tindakan buyut Karu terdengar oleh Pihak Belanda. Secara singkat didatangilah Buju' Karu oleh belanda, dan diangkatlah Buju' Karu jadi Kepala Desa pertama di daerah itu. Sampai si dia memberikan nama desa itu menjadi DESA ALAS SUMUR ini sebab sebelumnya buyut Karu menjejaki daerah itu, si dia melihat satu telaga kecil ditengahnya rimba yang seperti satu sumur.
Sampai saat ini, sekitar satu tahun waktu itu hanya Kepala Desa Totok saja yang berani membuka tempat itu untuk buat jadi obyek wisata. Dan genap satu tahun wisata alam itu berkembang cepat dan bisa manjadikan kemakmuran buat penduduknya

Postingan populer dari blog ini

Technology business invest huge cash on predisposition educating - however it have not enhanced variety varieties

The country's airspace was actually likewise shut however the country's air travel authorization later on stated the Freetown Worldwide Flight

interact with each other in public