Viral! Misteri Makam Gantung di Blitar, Apakah benar Bergantung?


Buat warga Blitar, dengar makam menggantung sudah tidak asing. Tapi buat yang baru saja dengar, pasti ingin ketahui. Apa memang benar-benar ada makam digantung. Menjawab rasa ingin ketahui itu, detikcom mengunjungi Pesanggrahan Djojodigdan di Jalan Melati 43 Kota Blitar, tempat makam menggantung itu ada. Rumah kuno dengan pekarangan seluas 3,5 hektare itu banyak ditumbuhi pohon buah-buahan. Ada rambutan yang siap panen, Kedondong, Kluwih, dan Belimbing.

Nampak dua patung singa duduk ada di samping kanan dan kiri teras rumah kuno itu. Ruang makam menggantung tempatnya ada disamping belakang sisi kanan. Nampak beberapa pria berkunjung ke sana untuk ziarah. Kabar yang menyebar, makam menggantung adalah makam keramat di Blitar. Dalam tempat itu dimakamkan Mas Ngabehi Bawadiman Djojodigdo, seorang Patih Blitar yang kuasai pengetahuan Pancasona.

Mengarah makam menggantung, udara fresh dan angin semilir temani kita berjalan sekitar 100 mtr.. Dari jauh, sudah nampak pusara dengan empat payung mahkota yang terkesan privat, di waktu jamannya.
Sampai dari muka makam, kenyataannya, makam itu tidak digantung. Tetapi, posisi nisannya memang lebih tinggi dibandingkan nisan-nisan lain di ruang penyemayaman itu. Makam Eyang Digdo dibikin di atas lantai dasar setinggi 50 cm. Bangunan dasar berundak dua itu setinggi 1 mtr..

Di nisan bagian bawah (selatan) ada tulisan huruf Jawa. Menurut juru kunci makam menggantung, Lasiman (70), tulisan Jawa itu berisi kisah lahir dan meninggal dunianya Eyang Ngabehi Bawadiman Djojodigdo (nama lengkap Eyang Djojodigdo). "Beliau lahir di Kulon Progo, Rabu Kliwon tanggal 5 Suro 1755. Atau 29 Juli 1827. Meninggal dunianya hari Kamis Pon, tanggal 18 Safar 1839 atau 11 Maret 1909. Waktu berusia 84 tahun ," jelas Lasiman dijumpai di padepokan Djojodigdo, Rabu (5/2018)

Makam itu, sambungnya, dibikin pada 11 Ruwah 1840 atau 18 Agustus 1910. Lalu mengapa disebut makam menggantung?
"Karena pengetahuan eyang, baju kebesaran dan senjatanya digantung di atas pusara beliau. Karenanya diberi nama makam menggantung ," jelas pria yang sudah delapan tahun jadi juru kunci makam keramat di Blitar itu.
Sebagian orang mempersepsikan jika jasad Eyang Digdo dimakamkan menggantung, alias tidak sentuh tanah. Ini karena beliau mempunyai pengetahuan Pancasona. Pengetahuan yang disebut membuat pemiliknya bisa hidup , jika jasadnya sentuh tanah.

Sore ini hari keadaan makam betul-betul sepi. Hanya kami berdua yang ada. Menurut Lasiman, biasanya banyak peziarah yang ada. Mereka ada dari kota-kota di Indonesia. Seperti Surabaya, Bandung, Jakarta, dan kota-kota di Pulau Kalimantan.

Postingan populer dari blog ini

Technology business invest huge cash on predisposition educating - however it have not enhanced variety varieties

The country's airspace was actually likewise shut however the country's air travel authorization later on stated the Freetown Worldwide Flight

interact with each other in public